Pages

18.10.10

Oma dan Janjinya

Suatu waktu saya mendapat tugas untuk membuat artikel tentang sebuah rumah sakit khusus di Bandung. Humas rumah sakit tersebut memberikan informasi bahwa istri dari mendiang direktur pertama RS ini masih hidup dan mungkin bisa diwawancarai, jika ingin mendapatkan banyak keterangan tambahan. Saya dan teman saya akhirnya mencoba menghubungi wanita tersebut, yang selanjutnya akan saya sebut dengan nama Oma.

Minggu lalu, saya menelefon ke rumah sang oma. Di usianya yang ke delapan puluh, pendengarannya masih sangat baik. Ia menjawab telefon dengan sangat ramah. Aksennya saat berbicara khas Indo-Belanda yang fasih Holland spreaken. Kami memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud wawancara, beliau akhirnya bersedia ditemui pada hari Senin pagi. Awalnya, ia agak sedikit terkejut, karena kami ingin mewawancarainya. Ia juga kebingungan karena sekarang ini ia sebenarnya sedang sibuk mengurusi kegiatan-kegiatan sosial yang dikelolanya. Akhirnya kami sepakat untuk bertemu pada Senin pagi. Dengan ramah Sang Oma mengucapkan, "Terima kasih," padahal seharusnya saya lah yang lebih dulu berterima kasih kepada beliau. Saya pun berjanji akan menghubunginya lebih dulu, sebelum datang ke kediamannya.

Hari Senin tiba, dengan pertimbangan tidak ingin mengganggu Oma dengan menelefon beliau terlalu pagi. Akhirnya saya mengontaknya nyaris pukul 09.00. Di seberang sana seorang perempuan bersuara "Hallo!" Tapi saya tahu, dia bukan Oma. Saya pun minta disambungkan ke Oma.

Oma langsung meminta maaf, karena tidak bisa bertemu saya pagi itu, karena ada kerabatnya yang wafat dan akan dimakamkan pagi itu juga. Beliau bingung harus menghubungi saya kemana, karena saya tidak meninggalkan nomor telefon. Saya merasa sangat bersalah, karena Oma jadi harus menunggu saya menghubungi beliau, sebelum bisa pergi ke pemakaman. Ia juga sangat sangat minta maaf, karena tidak bisa memenuhi janji untuk bertemu hari itu. Saya juga sangat menyesal karena tidak menelefon lebih awal.

Namun yang paling berkesan dari itu semua adalah, penghargaan Oma atas sebuah janji. Ia rela menunggu saya menghubunginya, sebelum pergi ke pemakaman. Ia mau repot-repot mencari nomor telefon dan menunggu saya, karena janji yang sudah kami sepakati. Janji itu sesuatu yang harus ditepati! Terima kasih Oma..