source: skyscrapercity.com
Kata-kata di atas mungkin kini terkesan hanya sekadar mempertahankan keaslian bentuk salah satu gedung bersejarah peninggalan Belanda di Bandung yang memiliki arsitektur unik.
Namun jika mau mengingat peristiwa 65 tahun silam, maka maknanya akan jauh lebih dalam dari itu. Mempertahankan Gedung Sate atau yang saat itu dikenal dengan nama Gedung PTT berarti juga mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Saat itu para pemuda pejuang yang bertahan di Gedung Sate sudah dikepung tentara Inggris. Mereka bertekad mempertahankan Gedung Sate dan berharap mendapat bantuan senjata. Namun kekuatan pejuang dan Sekutu yang tidak seimbang menyebabkan Gedung Sate akhirnya jatuh ke tangan tentara Inggris.
Namun untuk memasuki gedung, bukanlah hal yang mudah bagi para mister. Inggris harus melangkahi mayat pejuang yang gugur mempertahankan kemerdekaan, mempertahankan kehormatan sebelum masuk ke dalamnya. Pejuang yang bukan sekadar mempertahankan jabatan berujung tahanan..
Mereka yang gugur diantaranya: Didi Kamarga, Suhodo, Mukhtaruddin, Rana Subengat, Susilo dan Suyono.
Pernah ada darah yang tumpah untuk mempertahankan gedung megah itu..
November '45
*Dikutip dari Buku "Tiada Berita dari Bandung Timur"
24.9.10
23.9.10
Lelaki Tua Bersarung
Sudah berbulan-bulan ia terus mondar mandir di rute yang sama, yakni di sekitar Jalan Bebedahan, Gedebage. Rambutnya terurai sebahu, badannya kurus kering dan tubuhnya hanya diselubungi sehelai sarung warna hijau-merah-biru. Jika kebetulan melintas dan melihatnya, ia biasanya sedang berjalan dari barat ke timur atau dari timur ke barat sambil memegangi sarung yang menjadi pakaian satu-satunya. Sesekali terlihat ia menghisap rokok, baik puntung bekas atau rokok baru yang dikasih orang. Kadang kala ia juga terlihat sedang tertidur di bawah pohon beralas tanah. Kadang meringkuk, kadang telentang, sembari terus memegangi sarung yang menjadi satu-satunya sumber kehangatan. Hal yang paling memilukan adalah ketika melihatnya menyantap, sisa makanan orang-orang. Entah makanan siapa. Entah sudah basi atau belum. Ia akan memakannya. Setelah ia makan, terlihat sisa-sisa nasi menempel di kumis dan janggutnya yang semakin panjang dan tak terurus.
Aku tak tahu namanya dan ku pikir tak mungkin juga menanyakan langsung padanya. Dan jujur aku malas menanyakan pada penduduk di sekitar. Jadi, marilah kita menyebutnya "lelaki tua bersarung". Seorang lelaki tua dengan raut wajah kosong dan sesekali tampak menyimpan duka. Lelaki yang bertahan hidup dalam ketidakramahan alam dan ketidakpedulian orang-orang sekitar. Sampai kapan ia bertahan?
Waktu memasuki Bulan Ramadhan. Bulan dimana orang-orang yang sebelumnya bersinar hitam mencoba memancarkan sinar terang. Beberapa hari menjelang lebaran, ku lihat ada yang berbeda dari lelaki tua bersarung. Rupanya kain sarungnya baru. Warnanya lebih cerah. Mungkin ada yang iba melihat sarungnya hari demi hari makin compang camping. Bolong di sana sini. "Syukurlah.. dia punya sarung baru. Besok lusa akan kuambil fotonya," pikirku.
Namun belum sempat mengambil gambar Sang Lelaki Bersarung, ia menghilang. Hingga hari ini, ia tak pernah kelihatan lagi. Ada berbagai kemungkinan kenapa ia menghilang. Mungkin ada yang mengambilnya dari jalanan dan ditempatkan di rumah sakit jiwa. Mungkin keluarganya menemukannya, lantas membawanya pulang. Tapi yang paling menyedihkan adalah jika benar tubuh rentanya tak kuat lagi menahan ganasnya alam. Cuaca yang panas-hujan-panas-hujan. Tak ada makanan yang layak dimakan. Tak ada tempat berlindung. Tubuh renta itu akhirnya menyerah juga..
Dimanapun bapak berada sekarang. Semoga mendapatkan tempat yang lebih baik..
Bandung, Jan-Sept 2010
*Jiwa - kumpulan memori tentang orang-orang yang disebut "gila".
Aku tak tahu namanya dan ku pikir tak mungkin juga menanyakan langsung padanya. Dan jujur aku malas menanyakan pada penduduk di sekitar. Jadi, marilah kita menyebutnya "lelaki tua bersarung". Seorang lelaki tua dengan raut wajah kosong dan sesekali tampak menyimpan duka. Lelaki yang bertahan hidup dalam ketidakramahan alam dan ketidakpedulian orang-orang sekitar. Sampai kapan ia bertahan?
Waktu memasuki Bulan Ramadhan. Bulan dimana orang-orang yang sebelumnya bersinar hitam mencoba memancarkan sinar terang. Beberapa hari menjelang lebaran, ku lihat ada yang berbeda dari lelaki tua bersarung. Rupanya kain sarungnya baru. Warnanya lebih cerah. Mungkin ada yang iba melihat sarungnya hari demi hari makin compang camping. Bolong di sana sini. "Syukurlah.. dia punya sarung baru. Besok lusa akan kuambil fotonya," pikirku.
Namun belum sempat mengambil gambar Sang Lelaki Bersarung, ia menghilang. Hingga hari ini, ia tak pernah kelihatan lagi. Ada berbagai kemungkinan kenapa ia menghilang. Mungkin ada yang mengambilnya dari jalanan dan ditempatkan di rumah sakit jiwa. Mungkin keluarganya menemukannya, lantas membawanya pulang. Tapi yang paling menyedihkan adalah jika benar tubuh rentanya tak kuat lagi menahan ganasnya alam. Cuaca yang panas-hujan-panas-hujan. Tak ada makanan yang layak dimakan. Tak ada tempat berlindung. Tubuh renta itu akhirnya menyerah juga..
Dimanapun bapak berada sekarang. Semoga mendapatkan tempat yang lebih baik..
Bandung, Jan-Sept 2010
*Jiwa - kumpulan memori tentang orang-orang yang disebut "gila".
13.9.10
World Cup 2010
The octopus with Spain.. The camel for Neth and still God with uncertainty til' it's really finish.
Okay.. There's always tears from the looser even he's a man.
There'll always be the winner and the man who stand in the second position.
Okay.. There's always tears from the looser even he's a man.
There'll always be the winner and the man who stand in the second position.
12.9.10
Grandpa
Subscribe to:
Posts (Atom)