Pagi buta, saat
kebanyakan orang masih lelap dalam
balutan hangat selimut, sekelompok orang sudah terlibat dalam hiruk pikuk di Kawasan Cikapundung Timur yang terkenal sebagai bursa koran se-Bandung Raya. Sejak pukul 4.30 mereka sudah
sibuk mengangkut, menghitung dan membagi-bagikan
koran, tabloid dan majalah yang terbit hari itu kepada sub agen, pengecer dan
loper di lapaknya masing-masing. Maklum semua bacaan itu harus sesegera mungkin diantar ke tangan pembaca yang haus berita, sedangkan sebagian lainnya akan
dijajakan di jalanan oleh para
pengecer, seperti para pedagang asongan.
Agen-agen koran yang mangkal di
Cikapundung rata-rata adalah pemain lama. Beberapa agen bahkan sudah menekuni
profesi ini sejak tiga puluh tahun lalu. Tak heran jika mereka terlihat akrab
satu sama lain dan masing-masing orang hafal setiap lapak berikut nama
pemiliknya. Selain itu profesi sebagai agen koran juga bisa dikatakan sebagai
usaha turun temurun. Para agen perintis yang sudah tidak muda lagi biasanya
menyerahkan usahanya kepada generasi kedua, atau pada anak buahnya.
Salah seorang agen senior yang
masih langsung turun tangan mengurus bisnis distribusi koran ini bernama Ridwan
Ramdon (74). Dari bibirnya lah mengalir cerita soal bursa koran dan kondisi
para agen dari masa ke masa, berikut sejarah berpindah-pindahnya bursa koran
dari Stasiun Hall, ke Lanud Husein, hingga sekarang menetap di tepi Sungai
Cikapundung. Sebelum tahun 1970, bursa koran Bandung memang tidak memiliki
lokasi tetap. Seingat Ridwan, setelah dari Lanud Husein, bursa koran sempat pula
berpindah ke Jalan Arjuna, Stadion Sidolig, di belakang dan di depan Hotel Savoy Homann, Sarinah, juga di Cikapundung Barat. “Berkat
perantara kavalerilah, akhirnya bursa koran bisa menetap di Cikapundung Timur, seperti sekarang,” ujar dia. Namun lokasi
Cikapundung yang berdekatan dengan Gedung Merdeka ini juga masih membuat para
agen koran harus siap-siap mengungsi sementara, jika kawasaan Asia Afrika akan
dikunjungi para tamu dan tokoh penting dari luar negeri. Biasanya mereka akan
mengungsi ke kawasan Banceuy dengan resiko kerepotan mencari sub agen, pengecer
dan loper langganan.
Di masa lalu, usaha sebagai
agen koran ini cukup menggiurkan. Ridwan mengaku bisa membeli lima rumah, empat
motor dan dua buah mobil, dari hasil mendistribusikan koran. Kini ia mengaku
hanya mampu meraup keuntungan sekitar Rp 3 juta saja per bulan. Itu pun masih
harus ia bagi-bagi lagi. “Dulu bisnis koran ini enak sekali, kita punya waktu
tiga bulan untuk setor. Setoran bulan pertama dibayar di bulan keempat, setoran
bulan kedua dibayar di bulan kelima. Sekarang tidak begitu lagi, karena dari
pengalaman banyak agen yang nunggak, uangnya terpakai untuk ini itu. Jadi
mereka punya utang sampai ratusan juta ke penerbit,” papar dia. Oleh karena
itu, sekarang diberlakukan sistem kontan,
bahkan ada pula yang harus bayar dimuka. Dengan sistem yang dulu, koran yang
diambil hari ini boleh dibayar besok. Akhirnya banyak
agen yang ditipu oleh pengecer, “Banyak yang ambil koran lalu gak bayar,” kata dia.
Perputaran uang di bursa
Cikapundung setiap harinya tidak bisa dibilang kecil. Menurut penuturan salah satu karyawan dari Rahayu Agency yang bernama
Thias (30), dalam satu hari agennya akan mendistribusikan surat kabar kepada
sekitar 20 sub agen dan 40 loper, dengan omzet
mencapai Rp 10 juta. Jika dirata-ratakan tiap agen beromzet Rp 10 juta per hari
dan ada sekitar 105 agen dan sub agen yang menginduk ke PASKAM, maka dalam satu
hari nilai jual beli di bursa ini mencapai Rp 1 milyar lebih.
Kini bisnis koran cetak harus
diakui sudah melalui masa keemasannya. Persaingan keras dengan berbagai media
lain, seperti televisi dan internet juga membawa dampak bagi para agen surat
kabar. Sekitar tahun 1965, saat heboh peristiwa
Gestapu, bisnis koran sangat marema. Orang banyak yang mencari koran, karena ingin mengikuti perkembangan peristiwa tersebut. Namun menurut Ridwan, sekarang tidak demikian. Tidak
banyak berita koran yang dapat menarik minat pembaca. “Misal jika ada
pembunuhan di Kosambi, maka mungkin yang cari-cari koran, ya cuma orang-orang
Kosambi saja. Selain itu meski banyak koran, beritanya juga relatif seragam.
Padahal banyak hal yang bisa dijadikan berita menarik, kalau kita tidak takut
menulisnya”, ujar dia.
Fenomena laku kerasanya surat
kabar dahulu juga terjadi saat pengumuman UMPTN atau yang sekarang dikenal
dengan nama SNMPTN. Pada waktu pengumuman SNMPTN belum
dapat diunduh melalui internet, Cikapundung Timur selalu
diserbu oleh para calon mahasiswa yang penasaran dengan hasil ujiannya. “Dulu,
anak-anak yang mau lihat pengumuman SNMPTN pada nyerbu ke sini. Bahkan ada yang kalau namanya muncul di koran, terus
bagi-bagi rejeki. Ada yang ngasih Rp
20.000 untuk koran seharga Rp 2.000. Kembaliannya tidak dia ambil. Sekarang mah
boro-boro, malah koran didrop terus dibagi-bagikan gratis
sewaktu pengumuman,” kenang dia.
Selain persaingan dengan
beragam media, surat kabar pun harus bersaing dengan sesamanya. Memasuki orde
reformasi beraneka koran menjamur dan mengusung semangat kebebasan pers. Akibatnya
persaingan makin sengit dan menurunkan tiras koran-koran yang lebih dulu ada,
karena pembaca yang tidak puas dengan koran tertentu, lebih bebas untuk pindah
berlangganan koran lain. Hal inilah yang menjadi tantangan tersendiri bagi para
agen, khususnya untuk meningkatkan kualitas pelayanan, utamanya jangan sampai
koran terlambat ke tangan pembaca, serta bagaimana agen membina hubungan yang
baik dengan sub agen dan pengecer.
Namun lepas dari pasang surut
bisnis surat kabar, kawasan Cikapundung akan tetap dikenang sebagai salah satu
bursa koran terbesar di Indonesia yang terletak di jantung kota Bandung. Bursa
ini juga tak hanya diperuntukkan bagi sub agen dan pengecer. Mereka yang ingin
mendapatkan koran, tabloid atau majalah terbaru dengan harga miring juga akan dilayani
dengan baik, bahkan bisa mendapat selisih harga Rp 1.000 atau lebih, dari harga resmi yang tertera untuk tiap eksemplar
surat kabar dan
majalah.
|
Suasana pagi di depan Kantor Paskam, Cikapundung Timur. |
|
Distribusi koran dari agen ke pengecer. |
|
Ridwan Ramdon, salah satu agen senior. |
Bursa Koran Cikapundung
Lokasi
|
Jalan Cikapundung Timur No. 2
|
Organisasi
|
Persatuan Agen Surat Kabar dan Majalah
(PASKAM), sebelumnya bernama Ikatan Penyalur Surat Kabar dan Majalah
(IPSUKAM)
|
Berdiri
|
PASKAM lahir 1 November 2006
|
Anggota PASKAM
|
105, yang terdiri dari agen dan sub agen
|
Written on: October 2010, project with Kania Dewi
After dawn on fasting month, i pick my partner up. We're heading directly to Cikapundung. Yes, it was cold! But this is such a great experience, to watch the crowd and the distribution of newspaper hand by hand. There were interaction, direct interaction! Face to face.. since years ago. It takes time of course. It's not something instant like pressing the keyboard, type the address and press enter.. But here, we meet people, we're asking them, we're trying to get to know them.. And it is something that makes us feel we're "human"..