Jelajah Pantai Selatan Jabar (1)
Menjelang akhir tahun 2010, cuaca tak menentu. Lebih banyak hari hujan daripada hari bermatahari. Namun perjalanan tetap harus dimulai. Jelajah Jabar Selatan.
Dari Bandung kami langsung menuju Palabuhan Ratu, Kab Sukabumi. Cuaca relatif cerah, sehingga dalam waktu kurang lebih 5 jam, kami sudah sampai di tujuan dengan menggunakan kendaraan pribadi. Saat melintas kota Palabuhan Ratu, kami melihat plang "Kawasan Minapolitan". Kami pun berhenti dan memulai aktivitas liputan "Pansela Jabar". Di kawasan ini terdapat Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhan Ratu yang menjadi pusat kegiatan bongkar muat hasil tangkapan nelayan. Sayang, cuaca sedang tidak bersahabat, akibatnya tidak banyak nelayan yang beraktivitas.
Seperti sore itu, Beben salah seorang nelayan asli Palabuhan Ratu hanya bisa menatap deretan kapal yang bersandar di dermaga. Asap rokok mengepul dari mulutnya. Sesekali ia menghela nafas panjang, Ia mengaku sudah empat hari tidak melaut. Demikian pula dengan kebanyakan nelayan Palabuhan Ratu. Hanya sedikit yang masih berani berlayar mencari ikan, itu pun di saat cuaca sedikit mendukung dan berusaha sesegera mungkin kembali ke darat. “Gimana mau melaut, kita baru keluar angin sudah datang, sudah gitu ditimpa hujan. Sekarang kan memang sedang musim barat, banyak hujan. Air sungai banyak masuk ke laut. Jadi air laut keruh. Nah, kalau air laut keruh jadinya enggak ada ikan,” tutur Beben (41). Tahun ini boleh dikatakan sebagai tahun paceklik bagi mayoritas nelayan Pantai Selatan Jawa Barat, karena hujan nyaris turun sepanjang tahun, sedangkan masa panen mereka justru pada musim kemarau.
Nelayan Palabuhan Ratu mayoritas masih menggunakan kapal-kapal kecil dengan motor tempel, sehingga tidak dapat berlayar dalam jarak yang terlalu jauh dari pantai. Jika tidak mendaratkan ikan di Palabuhan Ratu mereka biasanya menurunkan muatan di Kab Lebak. Hasil tangkapan utama nelayan Palabuhan Ratu adalah ikan dari jenis tuna kecil berukuran (1-3 kg), salur dan cakalang kecil. Namun di saat sulit ikan seperti ini, Palabuhan Ratu justru mendapat pasokan ikan dari daerah lain. “Kalau lagi sulit begini, ikan yang dijual di pasar-pasar umumnya berasal dari Jawa,” kata Beben. Meski sudah memiliki sarana Tempat Pelelangan Ikan (TPI), fasilitas ini belum sepenuhnya digunakan. Penjualan ikan umumnya dilakukan secara langsung kepada mereka yang memberikan modal untuk berlayar, karena untuk sekali melaut dibutuhkan modal yang tidak sedikit, bisa mencapai belasan hingga puluhan juta rupiah. Namun pendapatan nelayan Palabuhan Ratu kini sedikit terdongkrak dengan berdirinya cold storage, milik pengusaha asing. Ikan layur yang banyak ditangkap nelayan Palabuhan Ratu ternyata diminati oleh konsumen asal Jepang dan Korea, sehingga ikan yang tadinya hanya dihargai kurang dari Rp 10.000 per kilogram ini, sekarang harganya bisa mencapai Rp 20.000 per kilogram.
Saat musim sedang baik, Beben, yang mulai melaut sejak keluar dari Sekolah Dasar ini biasanya mencari ikan selama satu minggu di perairan yang berjarak 60 hingga 80 mil dari Palabuhan Ratu. Kini, meskipun cuaca mendukung, masih ada kendala lain yang dialami nelayan Palabuhan Ratu, yakni sulitnya mendapatkan ikan. Beben menduga kondisi ini antara lain disebabkan oleh banyaknya rumpon yang ditebar di perairan sekitar Palabuhan Ratu. Banyaknya rumpon sedikit banyak berpengaruh pada nelayan yang masih menggunakan jaring.
Kehidupan nelayan memang dapat dikatakan tak menentu, sangat tergantung pada musim. Keadaan ini diperburuk dengan minimnya kemampuan mengelola keuangan. Padahal dalam masa sulit atau paceklik seperti sekarang, nyaris tak ada yang bisa dilakukan mayoritas nelayan. Untuk bertahan hidup sehari-hari Beben sampai harus menjual barang-barang yang ada di rumah, hingga ia pun sampai berkata, “Kalau tahu bakal begini, saya dulu lanjut sekolah.”
Usai mewawancarai beberapa orang di Kawasan Minapolitan PPN Palabuhan Ratu, kami langsung menuju penginapan untuk beristirahat. Hotel pilihan kami berlokasi di pinggir Pantai Citepus. Untuk sampai ke sana kami harus melewati Samudera Beach Hotel yang seingat saya menjadi ikon Palabuhan Ratu sejak dulu, juga melewati rumah peristirahatan negara yang dikelola Rumah Tangga Kepresidenan RI.
Setelah memilih kamar yang sesuai selera, kami beristirahat sejenak kemudian keluar hotel untuk makan malam. Ternyata di seberang penginapan deretan warung makan yang menyediakan aneka penganan seafood sudah menanti. Pilihan menu jatuh pada udang saus padang dan cumi goreng mentega.. Nyam Nyam.. Ya, rasanya memang enak, meski tak terlalu enak harganya.. hehe.. Karena nelayan Pantai Selatan sedang mengalami paceklik, harga ikan pun melambung. Jadi siapkan lah dana minimal Rp 100.000 untuk tiga orang, jika anda kebetulan berlibur ke Palabuhan Ratu dan ngidam makanan laut.. (Bersambung...)
*dari Bandung-Palabuhan Ratu, Desember 2010
No comments:
Post a Comment