***
Dari Pantai Apra kami melanjutkan perjalanan ke Jayanti, yang konon katanya di daerah sini banyak penginapan. Dari jalan utama, kami mengikuti petunjuk arah dan berbelok ke kanan. Kami menyusuri jalan menuju pantai dan memang benar ada sekitar dua buah penginapan di sini. Akhirnya setelah mengikuti jalan hingga sampai ke pantai, kami berbalik arah dan memilih penginapan ternyaman.
Fasilitas penginapan ini memang lumayan, ada AC, dispenser dan televisi. Namun sayang seribu sayang.. Ternyata dispensernya tanpa air mineral, televisi antenanya rusak dan AC mati-hidup karena kurang daya. Oh Tuhan.. ini bencana.. Ketidaknyamanan pun berlanjut dengan ditemukannya bekas lotion anti nyamuk. Artinya, di daerah ini banyak nyamuk!! Dan benar saja baru beberapa menit diam di dalam kamar ngguiingg nguingg nyamuk datang dari segala penjuru.
Tak berhenti sampai di situ, ketika akan mandi, air tiba-tiba mati dan keadaan ini diperburuk dengan mati lampu. Ketika kami berkeluh kesah pada penjaga penginapan ia hanya berkata, "Teh, di sini memang sering aliran (mati lampu)." Dan jadilah sepanjang malam, kami sibuk berlindung di balik selimut, agar tidak dibantai nyamuk-nyamuk yang kelaparan dan sesekali tepuk sana sini untuk mengusir nyamuk. Ketepak..ketepok.. itulah suara yang terdengar nyaris sepanjang malam.
Pagi hari kami bangun, dalam keadaan masih lelah. Namun kami ingin segera beranjak dari Jayanti. Sebelumnya, kami sekali lagi mengunjungi pantai yang tetap sepi. Perahu-perahu disandarkan, tak ada yang berjualan, tak ada pengunjung lain. Hanya tampak seorang wanita yang sepertinya terkena gangguan jiwa, sedang mondar mandir di sekitar pantai dan mencuri-curi pandang ke arah kami.
Usai "merekam" keadaan Pantai Jayanti, kami melanjutkan perjalanan ke Rancabuaya, yang konon tidak jauh lagi jaraknya. Kami sangat menikmati perjalanan ini. Boleh jadi, perjalanan dari Jayanti hingga Rancabuaya adalah rute dengan pemandangan terindah dan jalan termulus.
Ini adalah papan penunjuk arah dari Rancabuaya menuju Cidaun
Dalam perjalanan menuju Rancabuaya, di sebelah kiri jalan, kita akan melihat pemandangan sungai dan hamparan sawah yang menghijau. Sementara di sebelah kanan, muara sungai dan pantai yang tenang atau yang bergelombang tinggi. Sungguh luar biasa!
Pemandangan sebelah kanan
Pemandangan sebelah kiri
Kurang dari sejam setelah berangkat dari Jayanti, kami sampai di Rancabuaya, yang ternyata kondisi daerahnya jauh lebih maju dari Jayanti. Terdapat lebih banyak pilihan penginapan di daerah ini. Masyarakatnya pun banyak yang membuka warung-warung makan. Pagi itu, meskipun tidak terlalu ramai, masih ada pedagang yang beraktivitas di pasar ikan, sementara nelayan-nelayan yang sedang libur melaut, duduk-duduk santai di sekitar pantai
Rancabuaya memang lebih terkenal dari Jayanti atau Cidaun. Daerah ini pernah diangkat dalam novel karya Dewi Lestari yang berjudul "Perahu Kertas". Berdasarkan cerita dari masyarakat sekitar, memang cukup banyak stasiun televisi yang melakukan syuting di sini. Ada pula yang membuat film layar lebar dengan setting Rancabuaya. Karena karakteristik beberapa pantai di daerah ini cocok untuk berselancar, tak sedikit pula wisatawan asing yang berkunjung ke sini.
Kami tidak punya cukup waktu untuk tinggal lebih lama. Akhirnya kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke Pameungpeuk, Kabupaten Garut. Menurut informasi dari penduduk sekitar, perjalanan ke Pameungpeuk dapat ditempuh kurang dari dua jam. (Bersambung..)
Berikutnya:
- Pantai Santolo: aneka kerajinan untuk buah tangan, santap seafood ditepi pantai (Jabsel 6)
- Pameungpeuk - Cipatujah (Jabsel 7)
- Cipatujah - Pangandaran (Jabsel 8 - tamat)
No comments:
Post a Comment