Pages

23.9.10

Lelaki Tua Bersarung

Sudah berbulan-bulan ia terus mondar mandir di rute yang sama, yakni di sekitar Jalan Bebedahan, Gedebage. Rambutnya terurai sebahu, badannya kurus kering dan tubuhnya hanya diselubungi sehelai sarung warna hijau-merah-biru. Jika kebetulan melintas dan melihatnya, ia biasanya sedang berjalan dari barat ke timur atau dari timur ke barat sambil memegangi sarung yang menjadi pakaian satu-satunya. Sesekali terlihat ia menghisap rokok, baik puntung bekas atau rokok baru yang dikasih orang. Kadang kala ia juga terlihat sedang tertidur di bawah pohon beralas tanah. Kadang meringkuk, kadang telentang, sembari terus memegangi sarung yang menjadi satu-satunya sumber kehangatan. Hal yang paling memilukan adalah ketika melihatnya menyantap, sisa makanan orang-orang. Entah makanan siapa. Entah sudah basi atau belum. Ia akan memakannya. Setelah ia makan, terlihat sisa-sisa nasi menempel di kumis dan janggutnya yang semakin panjang dan tak terurus.

Aku tak tahu namanya dan ku pikir tak mungkin juga menanyakan langsung padanya. Dan jujur aku malas menanyakan pada penduduk di sekitar. Jadi, marilah kita menyebutnya "lelaki tua bersarung". Seorang lelaki tua dengan raut wajah kosong dan sesekali tampak menyimpan duka. Lelaki yang bertahan hidup dalam ketidakramahan alam dan ketidakpedulian orang-orang sekitar. Sampai kapan ia bertahan?

Waktu memasuki Bulan Ramadhan. Bulan dimana orang-orang yang sebelumnya bersinar hitam mencoba memancarkan sinar terang. Beberapa hari menjelang lebaran, ku lihat ada yang berbeda dari lelaki tua bersarung. Rupanya kain sarungnya baru. Warnanya lebih cerah. Mungkin ada yang iba melihat sarungnya hari demi hari makin compang camping. Bolong di sana sini. "Syukurlah.. dia punya sarung baru. Besok lusa akan kuambil fotonya," pikirku.

Namun belum sempat mengambil gambar Sang Lelaki Bersarung, ia menghilang. Hingga hari ini, ia tak pernah kelihatan lagi. Ada berbagai kemungkinan kenapa ia menghilang. Mungkin ada yang mengambilnya dari jalanan dan ditempatkan di rumah sakit jiwa. Mungkin keluarganya menemukannya, lantas membawanya pulang. Tapi yang paling menyedihkan adalah jika benar tubuh rentanya tak kuat lagi menahan ganasnya alam. Cuaca yang panas-hujan-panas-hujan. Tak ada makanan yang layak dimakan. Tak ada tempat berlindung. Tubuh renta itu akhirnya menyerah juga..

Dimanapun bapak berada sekarang. Semoga mendapatkan tempat yang lebih baik..

Bandung, Jan-Sept 2010

*Jiwa - kumpulan memori tentang orang-orang yang disebut "gila".

No comments:

Post a Comment