Pages

1.7.10

Gara-Gara Cincin

Sewaktu membeli perbekalan di sebuah mini market yang terletak di Jalur Pantura, saya melihat seorang wanita tua yang duduk di lantai tak jauh dari pintu masuk mini market. Terbersit keinginan untuk memberi sedikit uang pada wanita itu, karena saya menduga bahwa ia memang duduk di situ untuk mengemis.

Usai berbelanja dan berjalan ke mobil, saya bisa melihat wanita itu lebih jelas dan tiba-tiba urung memberikan uang sekadarnya. Kenapa?? Saya tidak bisa mengingat apakah wanita itu sebenarnya masih cukup muda untuk bekerja dan bukannya meminta-minta. Padahal hal itu sebenarnya bisa jadi alasan yang cukup kuat untuk mengurungkan niat sedekah. Namun bukan itu alasannya. Sebenarnya saya sekilas melihat sebentuk cincin serupa emas melingkar di jarinya. Hal yang ada di kepala saya saat itu, "Ia masih memakai cincin, kenapa harus mengemis?" Sesederhana itu, mungkin boleh juga dibilang, sepicik itu.

Setelah beberapa waktu, baru terpikir oleh saya, mungkin itu cincin pernikahan yang tidak ingin ia tanggalkan sampai kapan pun, meskipun pasangannya sudah pergi mendahuluinya. Atau mungkin itu adalah sebuah cincin pemberian orang tuanya, atau anaknya yang terkasih. Bisa jadi pula, cincin itu adalah harta terakhir yang ia miliki.

Betapa yang melekat pada diri kita bisa sangat mempengaruhi impresi orang lain. Meski sebenarnya, apa yang kita lihat, belum tentu sebuah kebenaran. Mata ini bisa dibuat buta oleh apa yang nampak. Dan apa yang dipandang mata dapat mengubah hati. Semoga di kemudian hari, apa yang nampak, tidak lagi menggagalkan niat yang sudah ada di hati. (Pantura, 2010)


No comments:

Post a Comment